Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat
penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan
psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan
tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak.
Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini
dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan
perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan
rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya (Sunarwati, 2007).
Penyelenggaraan pendidikan pada anak usia dini di negara maju telah
berlangsung lama sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat
(community based education), akan tetapi gerakan untuk menggalakkan
pendidikan ini di Indonesia baru muncul beberapa tahun terakhir. Hal ini
didasarkan akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini dalam
menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya (MANIS), serta membangun masa
depan anak-anak dan masyarakat Indonesia seluruhnya (MASIS). Namun
sejauh ini jangkauan pendidikan anak usia dini masih terbatas dari segi
jumlah maupun aksesibilitasnya. Misalnya, penitipan anak dan kelompok
bermain masih terkonsentrasi di kota-kota. Padahal bila dilihat dari
tingkat kebutuhannya akan perlakuan sejak dini, anak-anak usia dini di
pedesaan dan dari keluarga miskin jauh lebih tinggi guna mengimbangi
miskinnya rangsangan intelektual, sosial, dan moral dari keluarga dan
orang tua.
Pemerintah telah menunjukkan kemauan politiknya dalam membangunan
sumber daya manusia sejak dini. Seperti disampaikan Ibu Megawati (wakil
presiden pada saat itu) saat membuka Konferensi Pusat I Masa Bakti VII
Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia. Beliau menegaskan pentingnya
pendidikan anak usia dini dalam konsep pembinaan dan pengembangan anak
dihubungkan pembentukan karakter manusia seutuhnya. Lebih jauh lagi
beliau menyatakan sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan
bagi anak di usia dini merupakan basis penentu pembentukan karakter
manusia Indonesia di dalam kehidupan berbangsa.
Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini sangat
penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian serius
dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi
pembangunan sumber daya manusia harus dipandang sebagai titik sentral
mengingat pembentukan karakter bangsa dan kehandalan SDM ditentukan
bagaimana penanaman sejak anak usia dini. Pentingnya pendidikan pada
masa ini sehingga sering disebut dengan masa usia emas (the golden age).
1.Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut,
yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran, psikiatri,
berkembang dengan sangat pesat. Keadaan itu telah membuka wawasan baru
terhadap pemahaman mengenai anak dan mengubah cara perawatan dan
pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk kecerdasan
(Multiple Intelligences) yang menurut Howard Gardner terdapat delapan
domain kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki semua orang, termasuk
anak. Kedelapan domain itu yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh,
logika matematik, linguistik (verbal), spasial, naturalis, interpersonal
dan intrapersonal.
Multiple Intelligences ini perlu digali dan ditumbuh
kembangkan dengan cara memberi kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan secara optimal potensi-potensi yang dimiliki atas upayanya
sendiri (Tientje, 2000).
2.Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa Depan Bangsa
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh
PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002
menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12,
terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya
kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias
sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya
manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia
dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program
utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan
anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya
manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti
Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan
pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju
apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru
menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program
perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah
dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000
menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan
pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar
26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan
dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%).
Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman
Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan
anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu
sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini
saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang
memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak
usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai
program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan
Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan
layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi
pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga
aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan
dan tumbuh kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia
internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di
Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi
pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung,
Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk
melaksanakan komitmen ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia
dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat
bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang
lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan.
Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang
berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan
membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya
melebihi kebutuhan. Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun.
Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan
otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi
oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya,
terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan
memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas
emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini,
yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong
percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena
tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan
pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan
anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan
pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi
untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini
sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak
terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan.
Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan
kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam
keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai
dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
3 Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan
anak usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan
pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak
memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu
itu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran
anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar
tentang PAUD.
Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh
karena itu haruslah orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami
proses tumbuh kembang anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang
dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial
dalam hubungan dengan PAUD (Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi,
pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non linier, menyenangkan dan
pelaku terlibat secara aktif.
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru
mendominasi kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak
maka proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar
mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap tingkat
kesulitan yang dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi,
alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena
orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan
interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan agar
penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan
dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan
dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh,
logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan
intrapersonal, karena pada umumnya semua orang punya tujuh intelegensi
itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.
4.Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak
untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah banyak
hal dalam kehidupan, dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut
untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak
kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang
mudah. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, mudah,
ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang
seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam kepemilikanya
banyak bergantung pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam
membantu anak-anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini
berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka akan
membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada tahun
itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke dalam
kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang
sudah seharusnya terlepas penuh dari orang tua dimana
keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus dapat dilakukan sendiri.
Disinilah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan sebagai orang
tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita
sekarang, tanpa dapat melakukan perubahan apapun.
Mengapa orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak demi
mempersiapkan mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini meminta
persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa. Masih
didapat siswa yang masuk SD sudah diperkenalkan dengan berbagai macam
pelajaran dan ilmu sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki
kreativitas yang tinggi sejak kecil. Oleh sebab itu, anak-anak yang
memiliki intelektualitas yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan
baik semua yang diajarkan. Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima hal-hal yang baru,
atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka masuk
ke sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua sebagai
guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam program pendidikan
informal yang terjadi di lingkungan keluarga.
5 Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini
Memasuki abad XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga
tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa
Indonesia sejak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk dapat
mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai.
Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu
bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan
diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan
penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan proses
pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi,
kebutuhan daerah, peserta didik, dan mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat.
Permasalahannya adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi
ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya
manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu, diperlukan upaya serius
melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar
pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan dapat
mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa sehingga
dapat membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini merupakan
hal paling mendasar yang dilakukan sedini mungkin dan dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya layanan yang
diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan, kesehatan dan gizi.
Terpadu mengandung arti layanan tidak saja diberikan pada anak usia
dini, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat sebagai satu kesatuan
layanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar